Lelaki Bertopeng Agama #5CC6

#5CC2023 #5CC #5CC6 #bentangpustaka #writingcareerclass #flashfiction

Oleh: Hilma Humairah

Namanya Bagas Naufal Wijayanto. Ia dikenal sebagai lelaki yang tampan, sholeh, alim, rajin sholat ke mesjid dan pandai mengaji. Siapapun yang mendengar Bagas mengaji, ia pasti akan terpikat oleh suaranya yang begitu merdu dan menentramkan hati.

Bagas menikah di umur 25 tahun dengan gadis cantik pilihannya bernama Nadya. Nadya adalah adik tingkat Bagas di kampusnya dahulu. Nadya terlahir dari keluarga pengusaha kaya raya dan terpandang, berpendidikan dan terkenal dermawan. Saat dinikahi Bagas, Nadya berumur 22 tahun, ia baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya, dengan predikat cumlaude. Cantik, kaya, cerdas, menikah dengan lelaki tampan dan sholeh seperti Bagas, siapa wanita yang tidak iri melihatnya. 

Kini, setelah sepuluh tahun pernikahan, akhirnya Nadya resmi bercerai dengan Bagas. Nadya yang menggugat cerai Bagas di pengadilan. Banyak yang tidak menyangka pernikahan mereka berdua bisa kandas.

"Bukankah mereka pasangan yang sempurna, bagaimana bisa mereka bercerai?", itulah pertanyaan yang selalu ada di benak orang-orang yang mengenal Bagas dan Nadya. 

Setelah bercerai, Nadya kembali ke rumah ayahnya. Rumah yang dulu ditinggalinya bersama Bagas, kini dihuni oleh Bagas dan keluarga Bagas. Padahal, Nadya yang membeli rumah itu dengan hasil jerih payahnya sendiri. 

Sambil menangis, Nadya berkata lirih, "Maafin aku, Pak. Aku gak dengerin omongan, Bapak."

Nadya mengingat kembali percakapan dirinya dengan Bapak sepuluh tahun yang lalu di ruang tamu.

"Darimana kamu tahu dia lelaki yang agamanya baik?" tanya Bapak

"Bagas rajin sholat ke mesjid, Pak. Dia juga rajin mengaji, rajin datang ke majelis taklim, nggak pernah bersentuhan dengan perempuan, pendiam, gak banyak bicara, di kampus pun terkenal sopan dan santun kok, Pak." jawab Nadya dengan penuh keyakinan 

"Nak, lelaki yang agamanya baik itu saat melamar anak gadis orang ya seharusnya sudah punya persiapan. Persiapan finansial, mental, spiritual. Dia masih pengangguran, nggak berpenghasilan. Dia bilang, selama ini hidupnya masih dibiayai orangtuanya. Sholat dan mengaji? ya itu mah standar, kan emang udah kewajiban. Setelah menikah, lelaki itu harus siap bertanggungjawab menafkahi istri, bukan sekedar mengajari sholat dan mengaji. Bahkan harus siap bertanggungjawab menafkahi anaknya nanti." tegas Bapak

"Uang kan bisa dicari sama-sama, Pak. Ada pertolongan Allah juga. Aku yakin nanti setelah menikah Bagas bisa berubah, Pak. Kami bisa mapan, dicukupkan Allah." Nadya meyakinkan Bapak. 

Sampai akhirnya Bapak merestui pernikahan Nadya dan Bagas, meski dengan berat hati. 

Nahas, sudah sepuluh tahun menikah, Bagas tak kunjung berubah. Ia lebih senang pergi ke majelis-majelis taklim dan ikut wisata ke makam para wali daripada harus bekerja dan menafkahi istri. 

Setiap Nadya meminta jatah uang belanja bulanan, Bagas hanya berkata, "Nggak ada. Tenang aja, nanti juga ada dari Allah. Lagian kan kamu kerja, cukup-cukupin aja uangmu yang ada ya." Atau jika punya uang, Bagas menjawab santai, "Ini ada dua ratus ribu, hasil dari aku ceramah tadi di pengajian RT. Kamu cukup-cukupi ya. Istri yang sholehah harus menerima apapun pemberian suami. Supaya Allah ridho."

Nadya kebingungan, bukan sehari dua hari, tapi bertahun-tahun, tak mengerti mengapa suaminya seperti ini. Ia tahu kewajiban istri adalah taat pada suami, menerima dengan ikhlas apapun pemberian suami, tapi mengapa selama menikah ia pun tidak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri. Tempat tinggal, pakaian dan makanan, bukankah itu kewajiban suami, mengapa selama ini Nadya yang harus memenuhi semua itu. Seorang istri seharusnya menjadi tulang rusuk, bukan tulang punggung. Nadya akhirnya sadar dan memantapkan hatinya untuk berpisah dengan Bagas, setelah sepuluh tahun bertahan di sisi Bagas yang memperlakukannya seperti sapi perah dan hanya dicekoki oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Di sisi lain, Nadya merasa beruntung karena Allah belum menitipkan anak kepadanya. 

Bapak memeluk Nadya sambil berkata, "Apalagi yang bisa Bapak lakukan selain menerimamu kembali, Nak". 

Nadya membalas pelukan Bapak, lalu menangis sejadi-jadinya.




Komentar