Ibumu #5CC8

#5CC #5CC8 #DioramaCareerClass #writingcareerclass #bentangpustaka

[Flash Fiction]

Oleh: Hilma Humairah

Bayu dan Khansa menikah sejak dua tahun yang lalu. Kehadiran Ainayya, seorang bayi cantik bermata indah, kini turut membuat kebahagiaan keluarga kecil mereka semakin bertambah.

Selama menjalani pernikahan, rasanya tidak ada permasalahan yang tidak bisa diatasi oleh mereka berdua. Sejak awal menikah, mereka telah bersepakat untuk jujur dan terbuka membicarakan semua hal, termasuk jika ada sesuatu yang mengganjal diantara satu sama lain. Bagi mereka, komunikasi dan saling memahami adalah kunci utama keharmonisan dalam rumah tangga.

Namun, ternyata ada satu hal yang masih mengganjal di hati Khansa sampai saat ini. Dan ia memilih untuk menyimpannya sendiri. 

******

Di suatu pagi yang tidak begitu cerah.

"Sayang, hari ini ibu mau main ke rumah kita. Pesawatnya berangkat pagi ini, jam sepuluh dari Solo. Rencananya, Ibu mau menginap di sini selama tiga hari. Kangen main sama cucu yang pipinya gembil dan matanya bolotot ini katanya" Bayu sumringah sambil mencubit gemas pipi Ainayya. Sejurus kemudian ia menghabiskan sisa roti menu sarapannya dalam sekali suapan.

Raut wajah Khansa seketika berubah. Ia seperti tidak senang mendengar kabar bahwa Ibu mertuanya itu akan datang.

Bayu menyadari ada hal yang tidak beres pada istrinya, tapi ia memilih untuk tidak membahasnya. Ia mengecup kening Khansa lalu pamit pergi ke kantor.

******

Di siang hari.

Ibu yang baru saja sampai di rumah, langsung menghampiri dapur, "Wah, wangi tenan iki masakanmu, masak opo tho nduk siang ini?"

"Ini tumis kangkung terasi, Bu. Aku juga bikin sambal, goreng jengkol, tahu, tempe, sama ikan asin. Kangen masakan ibuku." ujar Khansa. 

"Iki masakan khas Sunda ya nduk? Udah ndak sabar ibu kepengen cicipi." tanpa dipersilakan, ibu langsung mengambil piring, menuangkan nasi, mengambil beberapa lauk yang sudah tersaji di meja makan. 

Saat Ibu mencocol jengkol ke sambal lalu memakannya, Khansa memerhatikan wajah Ibu dengan seksama. Dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, mata Ibu mertuanya itu terbelalak.

"Nah kan. Kalau udah gini pasti 'riweuh' nih. Ngomel. Hancurlah sudah dunia persilatan." Khansa bergumam dalam hati.

Dengan intonasi suara yang meninggi, Ibu mengomentari, "Iki jengkol digoreng wae tho nduk?? Ndak disemur?? Ndak dikasih bumbu?? Owaalaahh?? Tapi, kok wenak ya. Sambal buatanmu iki loh, masya Allah, wenak tenan." Ibu melanjutkan makan dengan mengambil tempe, tahu, dan tumis kangkung terasi dengan wajah penuh antusias. 

Khansa tersenyum lega, "Alhamdulillah, dunia persilatan aman. Nggak jadi porak poranda." gumamnya dalam hati

Ibu makan dengan lahap. Ternyata Ibu suka masakan Sunda. Khansa senang. Ia pun mengambil piring, menuangkan nasi, mengambil lauk pauk, lalu makan bersama Ibu mertuanya itu dengan hati yang riang gembira.

Tak terasa sudah dua jam berlalu. Ini adalah momen pertama kalinya Khansa bisa mengobrol dengan Ibu mertuanya dalam waktu yang lama. 

*****

Saat malam hari di kamar.

"Mas, hari ini ada yang aneh sama ibu" Khansa memulai percakapan

"Aneh gimana?"

"Aku mau cerita tapi Mas janji ya jangan marah." ucap Khansa hati-hati

"Iya, cerita aja, sayang." Bayu merangkul Khansa lalu mengusap-usap bahunya lembut

"Selama ini aku tuh suka ngerasa capek setiap ibu datang ke rumah kita. Ibu biasanya ngomel-ngomel melulu. Semua hal yang aku lakuin pasti dikomentarin. Tapi aneh, seharian ini ibu nggak rewel, nggak bawel, nggak ngatur-ngatur. Terus, ibu malah minta maaf sama aku kalau udah bikin aku ngerasa gak nyaman. Kenapa ibu tiba-tiba jadi baik ya, Mas?"

"Jadi maksudmu ibuku jahat? Hmm?" Bayu memanyunkan bibir, memasang wajah cemberut, matanya melotot. Khansa tahu Bayu sedang bercanda. 

"Bukan gitu. Ya aku ngerasa heran aja. Ada apa dengan ibu."

Bayu mengambil sesuatu dari bawah bantalnya, lalu memperlihatkannya kepada Khansa, "Iki loh.."

Khansa terperanjat. Seperti melihat hantu, matanya membulat, jantungnya berdetak sangat cepat.

"Astaghfirullah, Mas. Itu buku diary-ku. Mas baca? Mas kasih lihat ke ibu?" 

Bayu tertawa, "Udah aku foto tulisanmu dan aku kirim ke WhatsApp ibu kemarin-kemarin."

Khansa syok. Mulutnya menganga. Refleks ia memegang dadanya. Ia yakin jantungnya akan melompat sekarang.

"Mas kok gak sopan sih buka-buka buku diary orang sembarangan." Khansa merebut buku diary nya dari tangan Bayu

"Kamu yang naro sembarangan. Mana aku tahu itu buku diary, sampulnya aja gambar Doraemon. Kukira itu komik. Tenang, ibu gak marah kok, beneran deh. Justru ibu ngerasa bersalah sama kamu." Bayu menjelaskan dengan santai

Khansa masih terdiam. Mengatur napasnya. Melepaskan sisa-sisa rasa shock-therapy yang diberikan oleh suaminya.

"Cieee seneng cieeee. Udah gak ada masalah kan sekarang sama ibu." Bayu nyengir menggoda Khansa sambil mencolek-colek dagu Khansa. 

Khansa menerjang tubuh Bayu, lalu mengacak-acak rambut Bayu dengan kesal dan sangat gemas. 

Bayu hanya tertawa.

*******

Heran banget sama ibu mertuaku. Apa-apa harus pakai cara dia. Masak harus pakai cara dia, nyimpen perabot harus pakai cara dia, beberes dan dekorasi rumah harus pakai cara dia, sampai lahiran Ainayya pun kudu ngikutin maunya dia, harus lahir dengan cara normal, kalau operasi caesar berarti belum menjadi ibu seutuhnya katanya. Lebih pinter dari dokter ya dia? Apa kalau nanti aku mati pun harus pakai cara dia? Riweuh pisan ngomel-ngomel melulu.

Mestinya dia ngerti, sejak kecil aku kan hidup sama ibuku. Jelas-jelas aku diajari masak ya pakai cara ibuku, Mas Bayu aja selama ini ga pernah komplain sama masakanku, kenapa jadi mertua ribet banget. Mestinya dia ngerti, ada banyak hal dalam rumah tanggaku yang nggak butuh campur tangan dia dan nggak harus pakai caranya dia. Selama ini ibuku juga kan ngajarin dan ngedidik aku jadi perempuan yang baik dan benar. Ya, Allah, sampai kapan aku harus nahan diri. 

Khansa membaca kembali tulisan di buku diary-nya. Ia bertanya-tanya bagaimana perasaan Ibu mertuanya setelah membaca semua unek-uneknya. Di satu sisi, ia merasa tak enak hati. Tapi, di sisi lain, berkat suaminya, Ia senang dan lega karena ganjalan di hatinya selama ini tersampaikan kepada Ibu mertuanya. Saat makan bersama tadi siang, ia merasa Ibu mertuanya tidak semenyebalkan yang ia kira.













Komentar