Mental Health Awareness

Bismillah..

Sama seperti tubuh, mental juga bisa sakit. 
Sekarang udah banyak juga buku, seminar, webinar, kulwap yang membahas tentang kesehatan mental.

Uniknya, karena mental nggak keliatan secara kasat mata, jadi cukup sulit untuk mendeteksi apakah mental kita sedang baik-baik saja atau sedang sakit. 

Jika tubuh sakit, kita mudah merasakannya. Kita mudah "aware". Terus diobati pake obat yang bisa kita beli di apotek atau.. ya pergi ke dokter. 

Tapi, jika mental yang sakit, terkadang si penderita nggak menyadarinya. Ia bisa  beraktivitas seperti biasa, merasa nggak ada apa-apa, merasa baik-baik aja, padahal ternyata orang-orang di sekelilingnya udah "rungsing", nggak betah dan sangat lelah dalam menghadapinya. 😆

Inilah kenapa kesadaran akan kesehatan mental (mental health awareness) perlu kita miliki. Supaya, kita nggak merusak diri sendiri dan merusak orang lain di sekitar kita, tanpa kita sadari. Seenggaknya, dengan kita "aware" terhadap kesehatan mental, kita nggak menjadi beban atau ujian berat bagi hidup orang lain. 😅

Kenyataannya, ga banyak orang yang akan bener-bener peduli sama kesehatan mental kita. Karena orang yang semestinya paling peduli, tentu saja diri kita sendiri. Menanti-nanti datangnya "pahlawan" untuk menolong kita, justru malah membuat kita semakin merasa nggak berdaya. Akibatnya, kita cuma bisa mengeluhkan keadaan tanpa tau harus berbuat apa dan bagaimana. Mengeluh, mengeluh, dan mengeluh, tapi lupa kalau selama ini kita juga nggak berbuat apa-apa untuk diri kita sendiri, nggak mau bebenah diri atau membereskan apa-apa yang "nggak beres" di dalam diri. Selalu merasa menjadi korban yang tak berdaya, bukannya bergerak dan berikhtiar untuk mencari pertolongan yang memang kita butuhkan. 

Contoh dalam hal ini pasti banyak kita temukan. 

Semisal, pengalaman seorang remaja 17 tahun, ia yang biasanya berprestasi sejak duduk di bangku SD, tetiba saat di SMA nilainya merosot, hampir di semua mata pelajaran nilainya merah. Nggak bergairah ke sekolah, sering bolos, menutup diri, nggak mau bergaul dengan teman-temannya, dan menjadi suka berkelahi atau berbuat onar. 

Setelah ditelusuri, ternyata saat itu orangtuanya sering bertengkar, berselisih paham, sampai proses perceraian di pengadilan. 

Ia merasa, "hidupku sudah hancur, jadi hancurkan saja semuanya sekalian". Bagaimana cara ia menghancurkan dirinya? Tentunya dengan "MENGURANGI TANGGUNGJAWAB". Itulah kenapa ia sengaja bolos sekolah, nggak mau lagi belajar, malas bergaul dengan teman-temannya, berkelahi, berbuat onar. Nggak mikirin lagi masa depan. Karena ia merasa dirinya sudah "mati" sebelum ia mati beneran. 

Ada juga orang yang keliatannya pemalas banget. Slow motion. Nggak punya kemauan. Rebahan melulu. Tiduuurr aja sampai berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Boleh jadi orang ini sedang depresi. Orang depresi itu sebetulnya bukan malas, ya emang nggak bisa ngapa-ngapain. Dia butuh pertolongan orang yang ahli. 

Ada juga seorang ayah yang udah enggan menafkahi keluarga, hanya karena merasa dirinya capek, lalu dengan mudahnya ia lepas tanggungjawab. Atau seorang ibu yang setiap hari kerjaannya cuma marah-marah, ledakin semua kesal dan amarahnya ke anak-anak juga suaminya, rasanya "rumahku surgaku" cuma jadi wacana aja. Rumah yang seharusnya jadi tempat pulang paling aman dan nyaman, malah jadi tempat yang paling mengerikan.

Terasa familiar dengan kisah-kisah di atas? Kalau ini terjadi sama kamu atau temanmu, atau saudaramu, keluargamu, orang terdekatmu. Saranku, segera lah mencari pertolongan kepada orang yang ahli.

Kalau tubuh sakit, kita mau beli obat ke apotek, ke dokter, atau minum godokan jamu. Lantas kenapa saat mental sakit, kita malah diem-diem bae, seolah nggak terjadi apa-apa, seolah malu kalau sampai ketauan saudara, orangtua, apalagi tetangga? Ditutup-tutupi. Padahal udah banyak hal yang kita lakukan untuk merusak diri dan merusak orang di sekitar kita, baik sadar ataupun nggak. 

Ada yang bilang, "ngapain sih ke psikolog/psikiater/soulhealer, kan ada Allah, Allah sebaik-baiknya tempat kita curhat dan mengadu, Allah adalah tempat healing terbaik, kita ga butuh ke orang ahli semacam itu kalau sakit mental". Sungguh, rasanya ku gregetan pengen nampol orang yang bilang begitu 🤣 

Iyaa.. betul Allah itu Maha Penyembuh, tapi ingat, kita perlu ikhtiar untuk menuju proses kesembuhan itu. 

Saat ada orang patah tulang, apa kamu berani menyarankan, "udah ga usah ke dokter tulang, ga usah ke rumah sakit, kan ada Allah". Berani ngomong begitu? Terus kenapa kalau ada orang yang mentalnya sakit, disarankan untuk ga perlu berobat ke ahli? Dikata-katain kurang iman lah, kurang dekat sama Allah lah. Padahal sakit mentalnya itu adalah bagian dari ujian Allah, yang perlu diikhtiarkan untuk sembuh. 

Allah itu Maha Baik. Semua ilmu dari Allah itu ga ada yang sia-sia, pasti bermanfaat. Allah menyediakan orang-orang ahli di sekitar kita, ya untuk mempermudah urusan hidup kita juga. 

Saat kulkas rusak, ada tukang servis kulkas. Saat sepatu rusak, ada tukang sol sepatu. Kalau kulkas atau sepatu rusak, ya gampang sih bisa beli baru, kalau mental yang rusak, mau beli mental ke lapak mana? Beli mental di toko online emang ada? Ga ada! Ya benerin lah, obatin tu mental.

Yuk mulai belajar kewarasan. Mulai belajar peka dan aware sama kesehatan mental kita. Kurang-kurangi sombong dan "rasa serba bisa" kita. Kurang-kurangi prasangka buruk sama profesi psikolog, psikiater, soulhealer, dan sejenisnya. Lepas dulu "topeng agama" yang dipasang cuma buat nutupin "borok-borok" kita. "Borok" itu diobatin, bukan ditutupin. Sebut-sebut ayat dan nama Allah, tapi perintah dan larangan-Nya diabaikan juga. Nggak sadar udah merusak diri, merusak sekitar. Kamanaaa atuh beriman teh 😅

Kalau bukan dimulai dari diri kita sendiri, terus emangnya siapa yang mau bener-bener peduli? Sahabat terbaik kita ya sejatinya cuma diri kita sendiri, sejak lahir sampai kita mati, ditanya malaikat di alam kubur, kan cuma diri kita sendiri yang setia nemenin kita, bukan pasangan, bukan anak, bukan orangtua, bukan siapapun. Jadi kita mesti belajar untuk cinta, sayang, aware, dan peduli sama diri kita dulu, sebelum "ngasih-ngasih" ke orang lain. 

Sesuai dengan perintah Allah, kita mesti pelihara diri kita sendiri dulu dari api neraka, sebelum pelihara orang-orang sekeliling kita. 

"Wahai orang-orang beriman, peliharalah DIRIMU dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-Tahrim ayat 6).

"DIRIMU" yang Allah sebut pertama kali.

Semoga dengan meningkatkan kesadaran kita akan kesehatan mental, kita bukan hanya bisa menjaga diri kita, tetapi juga menjaga orang-orang yang kita sayang di sekitar kita. Kalau menjaga diri sendiri aja nggak bisa, gimana mau menjaga orang lain?

Akhir kata, kuucapkan selamat berjuang untuk senantiasa menjaga kewarasan 💕 (keep waras and dont worry to be happy lah pokona mah).

Semoga kita selalu disayang Allah... 
Aamiin Ya Mujiib.. 

NB : kalau cari orang ahli untuk kesehatan mental, carilah yang seiman.

- Hilma Humairah -

Komentar