POTRET KEKEJAMAN TUHAN

By: Hilma Humairah

Dengan melihat, mendengar, merasakan segala fenomena yang terjadi di dunia, dalam setiap diri manusia mungkin pernah bertanya hal ini di dalam hatinya. Apakah Tuhan itu benar-benar ada? Jika ada, kenapa semua kekacauan ini Tuhan ijinkan terjadi? apakah Tuhan itu kejam?
Mengapa manusia diciptakan jika hanya untuk Tuhan permainkan? Sebegitu kesepian kah Tuhan, hingga manusia diciptakan dengan segala skenario dan permainan? Jika Tuhan itu Pengasih dan Penyayang, bagaimana bisa Dia ciptakan neraka sebagai tempat untuk menyiksa para manusia ciptaanNya? Jika Tuhan itu Adil, bagaimana bisa dia mengijinkan adanya perbedaan, ada si kaya dan si melarat, ada si rupawan dan si buruk rupa, ada si kuat yang penindas dan si lemah yang ditindas? manusia pun dilahirkan dari orangtua yang tak bisa dipilihnya, di belahan sana ada anak2 beruntung yang terlahir dari keluarga harmonis, di belahan lainnya ada anak2 malang yang berduka dan terluka karena keluarganya sendiri?
Lantas si manusia pun bertanya-tanya, apa maksud dari semua ini? Kita tidak punya pilihan lain selain patuh dan taat pada perintah Tuhan? Jika tak taat, neraka lah jadi balasan. Apakah selain kejam, Tuhan pun pandai sekali mengancam?

Memikirkan segala pertanyaan itu bisa membuat kita menjadi gelap hati, gelap jiwa. Berprasangka buruk, bahkan membenci Tuhan. Kita membutuhkan petunjuk, arahan, agar dapat melangkah di jalan bercahaya. Cahaya itu yang akan membuat mata kita semakin jelas dalam melihat. Karena banyak hal yang tidak seperti kelihatannya. Bagaimana mungkin kita bisa melangkah dengan gagah di dalam kegelapan. Yang ada hanya menebak2, menerka2, penuh kecemasan, bahkan memikirkan apa yang akan kita hadapi di depan pun sudah sangat membuat kita ketakutan.
Karena itu, untuk bisa menjawab segala pertanyaan tentang Tuhan di awal tulisan ini, kita sangat membutuhkan petunjuk, agar tak hanya berputar2 dalam kegelapan diri kita sendiri.

Kejam. Apa itu kejam? Dalam kamus KBBI, kejam diartikan: tidak menaruh belas kasihan, bengis, zalim. Benarkah Tuhan itu kejam? Tidak berbelas kasihan dan begitu bengis juga zalim?
Sebelum menjawab pertanyaan itu. Ada hal yang harus ditanyakan kepada diri kita sendiri: "Tuhan yang mana?". Jika kita menyebut kata "Tuhan", bukankah ada banyak sekali Tuhan? Karena kenyataannya di dunia ini agama tidak hanya ada satu. Banyak agama, maka Tuhan pun tidak tertuju kepada satu. Maka akan menjadi keliru jika kita berkata "Semua agama sama". Bagaimana bisa dikatakan semua agama sama? Jika Tuhan yang ditujunya pun berbeda?

Sejak berumur 18 tahun, banyak sekali pertanyaan tentang Tuhan berkecamuk di dalam benak saya. Karena luka karena duka. Saya menjadi lebih intens belajar mengenal dan memahami  diri saya sendiri. Saya pernah membaca, barangsiapa mengenal dirinya sendiri maka ia akan mengenal Tuhan nya. Saya mulai peka dengan segala fenomena yang terjadi di hidup saya dan kehidupan sekitar saya. Melihat, mendengar, merasakan, membaca lalu menganalisa dengan penuh seksama. Dan saya pun saat itu memutuskan untuk intens mengenal lebih dekat dengan Tuhan, saya awali dengan Tuhan dalam agama Islam, yaitu Allah SWT. Kenapa? Karena saya terlahir dari keluarga muslim, jadi saya merasa proses pencarian jati diri akan lebih mudah jika saya mulai dari agama yang dibawa oleh kedua orangtua saya. Meskipun jujur saat di usia belia itu saya belum percaya sepenuhnya kepada Tuhan atau agama apapun. Jadi, saya bisa dengan tegas mengatakan bahwa Islam bukanlah agama warisan yang diturunkan dari kedua orangtua saya. Saya 100% bebas memilih agama manapun yang saya yakini kebenarannya.

Dalam proses pencarian jati diri, saya menemukan ayat di dalam Al-quran, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’ : 35)
Ayat itu seperti oase di tengah padang pasir bagi saya. Menyejukkan. Di saat saya memang membutuhkan petunjuk, ayat itu menerangkan logika saya. Kok logika? Agama dan Tuhan bukankah tak butuh logika? hmm.. saya memang orang  yang tidak mudah percaya dengan sesuatu yang berbenturan dengan logika saya. Jika ada sesuatu yang tak "make sense" (masuk akal), saya akan terus menggalinya sampai saya  merasa itu masuk akal. Ayat tersebut membuka logika saya. Menurut saya yang disampaikannya benar, endingnya kita semua yang hidup pasti akan mati. Jika ujungnya mati, lalu untuk apa semua kehidupan di dunia ini? DikatakanNya bahwa kita sebagai manusia akan diuji dengan keburukan dan kebaikan. Saat itu saya membayangkan bahwa dunia ini seperti arena. Arena dimana kita sebagai manusia akan diuji. Tes demi tes akan kita lalui. Ya, dunia ini hanya arena ujian.

Lalu apa hubungannya arena ujian dengan kekejaman Tuhan?
Begini, bukankah supaya dapat diuji, manusia harus memiliki kemampuan untuk "Bebas Memilih"?
Allah memberitahukan kita dalam ayat  Qur’an tersebut bahwa Dia menciptakan dunia ini sebagai ujian bagi manusia. Ujian itu seperti tes di bangku sekolah/perkuliahan, memerlukan kehendak bebas untuk memilih. Tuhan memberikan tes untuk melihat sejauh mana manusia akan mampu membuat pilihan yang tepat antara benar dan salah? Ini adalah kehendak manusia yang menentukan konsekuensinya, karena manusia menghendaki dengan kehendaknya dan Allah yang menciptakan.

Allah memberikan manusia suatu "kehendak" yaitu bebas untuk membuat pilihan mereka sendiri, membedakan dan memilih yang baik atau yang buruk. Jika Tuhan itu kejam, maka "kehendak bebas" tidak akan diberikan kepada manusia.
Keadaan sadar kita adalah bukti terjelas bahwa kita tidak ditakdirkan pada nasib kita. Jika kita bertanya akan kesadaran kita,  coba tanyakan ini pada diri:  "Apakah ada sesuatu yang memaksa kamu untuk memilih? ataukah Kamu bebas memilih apa yang akan kamu lakukan?", kita akan melihat bahwa ada alasan yang mempengaruhi pilihan kita, tapi alasan ini hanya mengarahkan kita, mereka tidak memaksa kita, atau mewajibkan kita untuk membuat keputusan atau pilihan.

Jika manusia tetap pada nasibnya, mereka akan menjadi seperti boneka.
Selain itu, menganggap manusia sebagai tetap pada nasibnya  adalah seperti menuduh Tuhan kejam dan tidak adil. Karena jika manusia ditakdirkan tetap pada nasibnya, sebagian orang harus selalu melakukan kejahatan sementara sebagian yang lain  harus selalu berdoa, beribadah dan melakukan kebaikan. Pada akhirnya orang-orang berdosa akan masuk neraka, sementara yang beribadah akan masuk surga. Apakah mungkin bagi Tuhan untuk membiarkan  ketidakadilan dan kelainan seperti itu? Sedangkan kita sebagai manusia diberikan kehendak bebas untuk memilih apapun yang ingin kita lakukan?

Manusia seringkali mengeluh terhadap keadaan buruknya dengan menuduhkan 'kesalahan yang sengaja dibuatnya" pada takdir.
Asumsikan bahwa kita mengambil jalan dan setelah beberapa saat jalan dibagi menjadi dua. Kita pergi menuju jalan kiri, tapi tiba-tiba menyadari bahwa ada papan tertulis: "Jalan ini berbahaya, penuh dengan ular berbisa dan binatang buas" dan di papan jalan sebelah kanan mengatakan: "Jalan ini aman, bebas dari bahaya dan menuju ke istana". Apa yang akan kita katakan? Dalam hal ini, jika kita mengatakan "ayo jalan saja lah, siapa peduli jalan aman atau bahaya" lalu memilih jalan berbahaya secara sengaja dan terus berjalan di jalan itu, apakah akan logis untuk kita mengatakan: "Mereka memaksa saya untuk pergi ke jalan ini." ???

Demikian juga, Tuhan menunjukkan manusia dua cara dimana konsekuensi  jelas dan memberitahu bahwa salah satu jalan mengarah ke Jannah  (surga) sebagai imbalan dan jalan lainnya mengarah ke neraka sebagai hukuman. Jika kita masih memilih untuk melakukan apa yang Tuhan larang untuk kita dengan sengaja,  dan mengetahui bahwa ada hukuman sebagai akibat dari perbuatan ini, apakah  kita punya hak untuk mengatakan: "Saya memilih cara ini, tidak ada pilihan lain, karena sudah ditulis dalam takdir saya". ???

Apakah kita masih berpikir bahwa Tuhan itu kejam?? Sedangkan kita diberikan kebebasan penuh dalam menentukan segala pilihan??

Komentar