BELAIAN TAHAJUD


By: Hilma Humairah

Ini cerita tentang ibuku. Sahabat terbaikku, orang terdekatku.
Sejak kakak lelakiku menikah dan memiliki rumah pribadi, aku tinggal hanya berdua saja dengan ibuku. Apapun kami lakukan berdua, apapun kecuali hal yang berkaitan dengan kamar mandi (heu). Aku banyak menghabiskan waktu bersamanya, bahkan aku rela pulang pergi kerja tanpa ngekos, hanya untuk bisa tidur bersama ibuku. Sahabat banyak yang bertanya, "Hil, kok kamu jarang bahas papamu di blog atau status2mu". Hmm.. Sebenernya males banget ya bahas soal ini, tapi biar pd ga penasaran, insyaAllah dibahas dI tulisan kali ini.

Ayahku memutuskan untuk meninggalkan ibuku dan menikah dengan wanita lain pilihannya, alasannya simple aja karena ibuku memiliki keloid di payudara sebelah kiri pasca operasi kanker payudara di tahun 2003, sehingga ayahku sudah merasa tidak bergairah lagi bersama ibuku. Kesal? Marah? Dendam? Tidak.. Aku hanya kecewa, kecewa karena bagaimana bisa ayahku meninggalkan kami hanya karena alasan macam begitu. Tapi, ibuku selalu menasehatiku untuk jangan pernah menyimpan dendam, benci, marah kepada siapapun, karena itu semua hanya akan menjadi sampah di hatiku yang akan menghambat kedekatanku dengan Allah. Kalimat meneduhkan dari ibuku adalah "ikhlasin de, bapak juga berhak bahagia". Betul, ayahku juga berhak bahagia. Dari sana aku mulai belajar menerima kenyataan, mulai belajar untuk intens berkomunikasi dengan ayahku, perlahan2 (meskipun perlu waktu bertahun2) aku mulai dekat dengan ibu tiriku juga adik tiriku.

Semuanya berjalan dengan baik2 saja. Meskipun orangtuaku berpisah, dan aku adalah anak yang brokenhome, aku masih bisa berbakti kepada kedua orangtuaku (meskipun tak senormal anak2 beruntung yg lain). Sebulan sekali aku pergi ke rumah ayahku di Tasik. Dan sisanya, aku habiskan hari2ku bersama ibuku di Bandung.

Sejak aku hanya tinggal berdua dengan ibuku, ibuku memiliki kebiasaan baru, yaitu membangunkanku untuk solat tahajud dengan sebuah belaian di kepala lalu mengecup keningku sambil berkata "hei anak gadis ayo bangun, kita ketuk pintu langit agar Allah sudi menaikkan derajat kita". Setiap hari seperti itu, meskipun bosan dengan kalimatnya, aku sangat menyukainya, kalimat itu rasanya unik bagiku. Dan jujur, tanpa belaian dan kecupan dari ibuku itu aku selalu gagal bangun malam untuk solat tahajud meskipun alarm sudah aku nyalakan (ya ngertikan maksudnya? Abis alarm nyala, dimatiin, terus tidur lagi deh). Dan ini terjadi jika aku tidak bermalam dengan ibuku, misal sedang di rumah paman atau ada acara keluar kota.

Aku pernah bertanya kepadanya, "Ma kenapa sih kalo bangunin tahajud cuma kalimat itu yang diomongin?". Ibuku menjawab singkat, "karena sekarang kita cuma berdua, jadi biar tangan Allah langsung yang akan menjaga".

Di malam kali ini, ada sebuah keganjilan yang terjadi, ibuku tak membelai dan mengecup keningku lagi untuk membangunkanku solat tahajud. Aku terbangun karena angin lembut yang menerpa wajahku. Kulihat ke samping, ibuku tidak ada. Aku mencarinya sampai ke lantai atas, ternyata ibuku sedang solat tahajud, saat itu jam menunjukkan pukul 01.47. Aku sempat bertanya2 dalam hati kenapa harus tahajud di kamar lantai atas, kan di kamar lantai bawah tempat kami tidur juga bisa.  Aku pun mengikuti ibuku untuk melakukan solat tahajud. Selesai solat, aku bertanya kepadanya "Ma, kok ga bangunin ade?". Ibuku berkata "takut tidur ade keganggu" . Aku bertanya lagi "Lah biasanya juga mama gangguin ade buat solat tahajud?", ibuku tertawa dan berkata "nanti harus dibiasakan sendiri ya bangun tahajud".
Selesai tahajud aku memilih untuk tiduran kembali di kasur (lantai atas) karena mengantuk, aku berkata kepada ibuku agar membangunkanku untuk solat subuh berjamaah, ibuku tak berkata ya atau tidak.

Aku pun terbangun saat mendengar adzan subuh. Betapa terkejutnya aku, melihat ibuku terkapar sambil menggenggam tasbih, mulutnya berkata "aaa" lirih sekali, matanya masih melotot, aku berusaha tenang meskipun panik. Aku mengguncang tubuhnya sambil bertanya "mama kenapa ma?? Sakit? Apanya yang sakit??", tak ada jawaban. Aku membimbingnya membaca istigfar dan membacakan ayat kursi untuknya, seketika ibuku langsung memejamkan matanya sambil muntah banyak sekali. Panik, aku langsung berlari ke lantai bawah dan berteriak memanggil paman dan bibiku (beruntung hari itu aku dan ibuku sedang menginap di rumah pamanku, jd tak hanya berdua saja). Kami mengira ibuku hanya pingsan, jadi kami menunggunya, berusaha membangunkannya sambil bergiliran solat subuh.

Setelah solat subuh, kami segera membawa ibuku ke igd rumah sakit terdekat. Sampai igd, setelah ibuku di periksa, perawat mengatakan kalo ibuku sudah tiada (meninggal). Ekspresiku masih biasa saja. Ibuku tak sakit, ibuku sehat2 saja. Sempat tahajud bersama, bercengkrama dan bercanda bersama. Bagaimana bisa saat ini ibuku sudah tiada?? Jantungnya masih berdetak, nafasnya masih berhembus. Perawat bilang "tinggal menunggu, 1 jam ke depan". Bibiku menangis teriak histeris, sepupu2ku juga menangis. Aku meminta ijin kepada perawat untuk melihat ibuku. aku menatapnya lekat2. Mengusap kepalanya. Lalu mendekatkan wajahku ke telinganya "mama, masih bisa denger ade? Ikutin ade ya ma, aku membacakan 2 kalimat syahadat sebanyak 3x, selanjutnya hanya berbisik Allah Allah Allah. Ibuku masih tak bergeming, tapi kurasakan nafasnya masih ada, jantungnya masih berdetak. Aku pun pasrah lalu berdoa "Ya Allah jika kehidupan adalah yang terbaik bagi ibuku maka hidupkanlah dalam keadaan sehat dan sejahtera. Namun jika kematian adalah yang terbaik bagi ibuku maka matikanlah dalam keadaan khusnul khotimah". Setelah aku menyelesaikan kalimat terakhir, jantung ibuku berhenti berdetak, nafasnya berhenti.. Tak ada kembang kempis lagi di dadanya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Aku menangis? Tidak. Tak ada setetespun airmataku yg keluar. Karena dulu ibuku pernah bilang jika salah satu diantara kami ada yang pergi lebih dulu ke rahmatullah jangan ada yang menangis, tangisan hanya akan membuat proses kematian terhambat. Dan aku berhasil melakukannya, aku tak menangis. Sampai aku mengurus surat akta kematiannya dari rumah sakit saat itu juga, membayar semua biaya administrasinya, aku tak menangis. Memandikannya, mengafaninya, menyolatkannya, aku tak menangis. Kurasakan semua proses pengurusan jenazah ibuku berjalan dengan sangat cepat.

Sampai akhirnya jatuhlah, luluh lantak, hancur pertahananku ketika aku melihat sajadah bekas ibuku solat tahajud semalam masih tergelar. Aku terjatuh di atas sajadah, menangis sejadi2nya. Aku mengulang2 istigfar, terus menangis dan menangis. Dadaku terasa sesak sekali. Sakit. Aku pun berdoa "ya Allah jika aku belum ikhlas maka giringlah aku hingga mencapai titik ikhlas yang Engkau sukai, Engkau ridhoi."
Takkan ada belaian tahajud itu lagi... Takkan ada lagi..

Mama, ade janji bakal selalu jaga kesehatan lahir dan batin. Karena ade adalah salah satu amal jariyah mama yang bisa menjadi pelita di kuburan mama

Komentar