SETENGAH PENUH SETENGAH KOSONG




Pernahkah mendengar kalimat ini, "setengah penuh, setengah kosong?" 
Oo kalimat Tong Samcong yang di film kera sakti kah? haha.. bukan.. itu mah " isi adalah kosong, kosong adalah isi". Dan sampai saat ini pun saya masih belum mengerti apa maksud dari perkataan biksu ganteng yang satu itu.

Sebenarnya apa yang mau saya bahas disini adalah sebuah obrolan santai dengan sahabat saya tentang perumpamaan gelas. Dia bertanya kepada saya, "Hil, menurutmu yang betul itu setengah penuh ataukah setengah kosong?" cukup lama saya berpikir karena bagi saya keduanya sama saja. Yap, sama2 tidak penuh. Lalu obrolan kami pun berlanjut membicarakan tentang bagaimana manusia bisa mengisi"kekosongan" masing2. Kami sepakat bahwa setiap manusia baik pria maupun wanita adalah ibarat gelas yang belum terisi penuh, alias setengah penuh atau setengah kosong :D
Tapi kami pun berbeda pendapat mengenai bagaimana cara mengisi setengahnya lagi agar manusia menjadi manusia yang "penuh". Sahabat saya berkata bahwa yang mengisi setengah kekosongan manusia adalah " pasangan hidup". Ya suami atau istri. Pasangan hidup yang sejati. Karena dengan memiliki pasangan, manusia akan menjadi manusia yang "penuh" seutuhnya. Saya sendiri punya pendapat yang berbeda. Menurut saya, yang mampu mengisi setengah kekosongan manusia adalah Tuhan. Baik, saya ganti kata Tuhan menjadi Allah saja ya, karena saya sekarang tidak terbiasa menyebut Allah dengan kata Tuhan :) ya, yang mampu mengisi setengah kekosongan manusia hanyalah Allah. Karena Allah adalah sumber dari segala sumber, termasuk "kepenuhan".Jadi menurut saya, satu orang yang gelasnya baru setengah tidak bisa menjalin hubungan dengan orang lain dengan harapan orang itu akan mengisi gelasnya. Bahkan bila pasangannya sudah penuh, jika berusaha mengisi, tetap akan ada yang kurang kan? Apalagi kalau dua-duanya baru setengah penuh.

Kita bisa melihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa betapa banyak orang yang berusaha memenuhi "ketidakpenuhan" ini. Karena "penuh" adalah sesuatu yang mahal. Dan memang sedikit sekali orang yang merasa dirinya telah penuh. Betapa banyak orang yang merasa tidak aman, tidak tentram, tidak bahagia itu karena ia merasa hidupnya/dirinya tidak penuh. Sehingga mengupayakan banyak cara agar dirinya menjadi penuh, entah itu dengan cara yang halal atau haram.
Sebagai contoh, bisa saya lihat betapa banyak orang di sekitar saya yang merasa khawatir dengan hal2 sepele, merasa tidak aman, merasa tidak bahagia, bahkan cenderung merasa hidup ini begitu hampa dan sulit sekali untuk dijalani. Saya cukup geli dan heran ketika melihat teman saya yang begitu cemas ketika dirinya belum menikah, ketika belum tercapai ini lah, belum tercapai itu lah. 

Seringkali merasa tidak penuh dan cenderung mengejar sesuatu untuk memenuhi aspek "ketidakpenuhan" ini dengan mengandalkan kemampuan sendiri tanpa melibatkan Allah, dia merasa harus beginilah harus begitulah, kalo tidak tercapai, maka akan beginilah, maka akan begitulah. Sehingga banyak hal yang dicemaskan dan dikhawatirkan.
Saya memang orang yang sangat suka menganalisis, mengobservasi. Sehingga ketika melihat permasalahan, saya biasa menarik diri dulu keluar arena dan melihat "big picture" nya dari permasalahan tersebut. Saya sendiri termasuk orang yang tidak takut jika tidak mendapatkan sesuatu yang saya inginkan. Bagi saya untuk mengisi setengah kekosongan sehingga menjadi "penuh", kita cukup berserah diri kepada Allah. berserah diri, itu kata kuncinya. Bukankah arti dari kata " muslim" itu berserah diri? Nyatanya jalan hidup, takdir, rejeki, jodoh bahkan kematian sudah betul2 diatur dengan rapi oleh Allah. Jadi bagi saya, hidup saja sesuai dengan yang dijalani menurut kehendakNya. Ikuti saja arah maunya Sang Maha Pengatur itu kemana. Sedangkan kita sebagai manusia hanya cukup taat dan patuh kepadaNya. Dasarnya memang keimanan. Ketika tidak ada iman di dalam hati, kita akan selalu merasa khawatir dan cemas. Takkan pernah merasa penuh atau cukup. Iman artinya percaya. Maka yakinlah bahwa Dia ada bersama kita, sangat dekat dan tidak menghendaki kesulitan bagi kita.

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)

Untuk menjadi penuh, saya cukup menyebut namaNya. Dan percaya sepenuh hati kepadaNya. Karena memang hanya Dia tempat bersandar dan bergantung. Ketika merasa sesak dan terhimpit dalam permasalahan, kini yang saya pertanyakan bukan "Allah, kenapa harus saya?" tetapi "Allah, begitu kurangkah keimanan saya sehingga merasa sesesak ini?".

Saya yakin setiap manusia pada titik tertentu akan menyadari bahwa bergantung kepada pasangan, bergantung kepada otak atau kemampuan sendiri, kekayaan, kecantikan hanyalah kepenuhan yang bersifat sementara dan begitu rapuh.

~Hilma Humairah~